Self Healing with Qur’an

Mengapa Harus Qur’an ?

Suatu hari sebelum diangkat menjadi Nabi, Rasulullah Shallallahu ‘Alayhi Wasallam menepi, ia beruzlah di sebuah gua untuk mencari ketenangan jiwa dari hiruk pikuk kota. Seluruh penduduk kota menyembah dewa, kecuali Rasulullah. Ia habiskan masa mudanya dengan berbuat baik, tanpa terkotori dengan perbuatan sia-sia.

Lalu di masa penyepian itu, tiba-tiba muncul sepercik cahaya yang mengkilau. Rasulullah takjub sekaligus kaget, baru kali ini ia mengalami kejadian seperti ini. Malaikat turun menyampaikan wahyu pertama kali kepada manusia terpilih di antara jutaan manusia di muka bumi ini.

Dipeluknya Sang Nabi hingga tulang-tulangnya  lemah, kaku tak beraturan dan lemas. Keringat-keringat bercucuran hingga lidah beliau keluh, meski dituntun berkali-kali untuk membaca Surah Al-Alaq, Sang Nabi hanya mampu berkata, “Saya tidak bisa membaca”.

Hari itu adalah hari yang luar biasa. Sang Nabi pulang dengan perasaan menggigil di tengah panasnya kota, padahal saat itu bukan musim dingin. Pundaknya terasa berat menanggung beban yang luar biasa.

Pertanyaanya adalah, Mengapa Al-Qur’an diturunkan oleh Allah Azza Wa Jalla? Padahal telah hadir kitab-kitab sebelumnya berupa zabur, taurat, dan injil.

Kitab (Al-Qur’an) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertaqwa” (QS.Al-Baqarah/2:2)

“Bacalah apa yang telah diwahyukan kepadamu, yaitu Al kitab (Al-Qur’an)…” (QS. Al-Ankabuut:45)

Mungkin ada yang bertanya, mengapa Al-Qur’an diturunkan dalam bahasa Arab bukan dalam bahasa yang lain?

“Sesungguhnya kami menjadikan Al-qur’an dalam Bahasa Arab supaya kamu memahami(nya)” (Qs.Az-Zukruf : 3)

“Dan jikalau kami jadikan Al-Qur’an itu suatu bacaan dalam bahasa selain Arab. Tentulah mereka mengatakan:”mengapa tidak dijelaskan ayat-ayatnya? Apakah patut Al-Qur’an dalam bahasa asing sedang rasul adalah orang arab?…” (Qs.Fushshilat: 44)

Jawabannya adalah karena Bahasa Arab pada saat turunnya Al-Qur’an pertama kali pada 1400 tahun yang lalu, masih tak jauh berbeda dengan sekarang, sehingga kita masih dapat memahami maknanya dengan mudah. Sementara jika Al-Qur’an diturunkan dalam bahasa lain seperti bahasa Inggris misalnya tentu bentuk dan artinya telah jauh berbeda di zaman sekarang ini.

Karena Al-Qur’an kita pernah berjaya.

Sudah tidak diragukan lagi, meski menutup mata sekalipun, sejarah pernah mengukir kemilau islam yang berjaya pada masanya. Jauh pada masa lampau islam disegani sekaligus ditakuti oleh kaum kafir karena kekuatan dan keteguhan mereka berpegang pada al-Qur’an. Saat itu Al-Qur’an berada di tangan umat yang tepat dan taat pada Allah, hingga ia (Qur’an) benar-benar menunjukkan kehebatanya.

Namun, kini Al-Qur’an berada pada tangan umat yang banyak lalai, yang hanya cinta dunia, lupa mengkaji agamanya, hingga kilau keajaiban Qur’an tidak sampai pada kehidupan, karena hanya di-ninabobok-kan dalam lemari-lemari sebagian besar pemeluknya.

Salah satu kejayaan islam pada awal masanya adalah dalam ilmu pengetahuan seperti,

  • Al-Khawarizmi memperkenalkan angka arab atau arabic numeral untuk mengganti sistem bilangan romawi yang kaku.
  • Al-Khawarizmi memperkenalkan ilmu algoritma dan aljabar.
  • Omar Khyam menemukan teori mengenai angka-angka irrational dan menulis sebuah buku tentang equation.
  • Al-batani berhasil menghitung ekleptik 23:35 derajat.
  • Ibnu Sina berjasa melalui sebuah karya Al-Qanun Fit-Thibbi yang menjadi rujukan fakultas kedokteran Eropa.
  • Dan masih banyak lagi kemajuan islam lainnya.

Itulah islam dan Al-Qur’an saat kita sungguh-sungguh mengkajinya, maka ia akan memancarkan berbagai spektrum keajaiban.

“Sesungguhnya kami-lah yang menurunkan Al-Qur’an dan sesungguhnya kami pula yang benar-benar memeliharanya” (Qs.Al-Hijr: 9)

Dekati Al-Qur’an, hatimu akan tentram.

Membaca Al-Quran dengan penuh perenungan atau mentadabburinya adalah kunci utama kebahagiaan. Ia penuh dengan petunjuk, hadir sebagai cahaya bagi hati yang gersang, serta sebagai penawar atas semua yang ada di dalam jiwa.

“Hai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu pelajaran dari Rabb-mu dan penyembuh bagi penyakit-penyakit (yang berada) di dalam dada dan petunjuk serta rahmat bagi orang-orang yang beriman” (Qs.Yunus:57)

“Maka, apakah mereka tidak memperhatikan Al-Qur’an ataukah hati-hati mereka terkunci” (Qs.Muhammad:24)

Al-Qur’an adalah obat bagi jiwa-jiwa yang gersang ataupun tangguh. Cahaya bagi siapa saja, tanpa terkecuali. Di dalamnya penuh dengan berkah.

“Ini adalah kitab yang kami turunkan kepadamu dengan penuh berkah supaya mereka memperhatikan ayat-ayatnya dan supaya mendapat pelajaran orang-orang yang mempunyai pikiran” (Qs.Shaad:29)

“Sesungguhnya Al-Qur’an ini memberikan petunjuk kepada (jalan) yang lebih lurus” (Qs, Al-Israa: 9)

Kedamaian hati kita hanya akan ditemukan saat bersama Allah, saat kita menambatkan segala masalah dan bahagia hanya pada-Nya.

Jangan galau! Kau tidak butuh liburan, tetapi Membaca Qur’an

Hari gini masih galau? Masih jamanya kali yah… Sifat kegalauan ini akan terus mendera manusia hingga bumi berhenti berotasi. Susah, senang, galau, gembira, semua akan terus menyapa dari zaman dahulu hingga kiamat menyerta, karena semua itu adalah rasa yang telah diciptakan oleh Yang Maha Esa.

Apakah salah jika kita galau? Tentu tidak sahabat, yang salah adalah kita terlalu berlarut-larut dalam kegalauan itu sehingga menyebabkan kita depresi, gila, hingga bunuh diri.

Apalagi pada era modern sekarang dimana kebanyakan orang menilai segala sesuatu dengan uang, mereka menjadikan uang sebagai parameter kebahagiaan.

Tidak hanya itu kita telah berhasil dipropaganda oleh media. Kulit putih mulus, rambut lurus, badan tinggi kurus, adalah definisi cantik. Badan kekar dan berbidang, tinggi dan cool adalah definisi ganteng rupawan. Sehingga mereka yang tidak masuk dalam kriteria itu merasa didiskriminasi oleh media dan dianggap tidak menarik.

Saat bersedih apa yang sering kali kita lakukan? Rebahan di kasur, mager seharian, bersimbah air mata, mendegar musik patah hati, mencari pelampiasan pada sosial media, bergaul dengan orang-orang yang salah, curhat seharian kepada manusia dan sebagainya.

Apakah tips diatas diajarkan dalam agama islam? Tentu tidak, kan? Sahabat, cobalah kita membuka lembaran-lembaran Qur’an yang mulia atau sirah dan hadits nabi pasti tak ada cara menghilangkan galau seperti di atas. Yang ada hanyalah, memohon kepada Allah, kembalikan semua rasa sedih kepada-Nya, semakin mendekat kepada-Nya, dan bertobat kepada-Nya. Yakinlah pasti Allah akan menghibur dan meringankan segala beban yang ada.

Selalu Allah, Allah, Allah dan Allah. Bukan dunia, dunia, dan dunia.

“Sesungguhnya telah datang dari Tuhanmu bukti-bukti yang terang, maka barangsiapa yang melihat kebenaran itu, maka (manfaatnya) bagi dirinya sendiri; dan barang siapa buta tidak melihat kebenaran itu, maka kemudharatan kembali padanya, dan aku (Muhammad) sekali-kali bukanlah pemelihara(mu)” (Qs.Al-An am/6:104)

Al-Qur’an. Mengapa ia hanya menjadi teori hafalan semata? Bukankah Al-Qur’an adalah petunjuk dan mukjizat kaum muslimin? Namun kita sama sekali tak mempraktikkanya. Bahkan masih banyak diantara kita yang ragu.

Kata Al-Qur’an sering kita dengar namun isi dan ajarannya masih asing digendang telinga kita. Saat ayat-Nya dilantunkan kita terperanjat seolah-olah baru pertama kali mendegarkanya. Ketika handphone lebih dimuliakan ketimbang Al-Qur’an, hidup rasanya ada yang kurang jika setengah hari tak bersama handphone, coba bandingkan dengan Al-Qur’an kita??

Coba kita mengetuk hati masing-masing. Sejauh ini, manakah lebih sering bersama kita? Handphone, tempat liburan atau Al-Qur’an?

Maka tak perlu pertanyakan lagi saat hati selalu cemas, gegana (gelisah, galau, merana) lantaran kita sendiri yang memutuskan diri dan hati dari Al-Qur’an. Kebutuhan dunia sangat tinggi hingga Al-Qur’an seakan ditelantarkan.

“Dan(begitu pula) kami memalimgkan hati dan penglihatan mereka seperti mereka belum pernah beriman kepadanya (Al-Qur’an) pada permulaanya, dan kami biarkan mereka bergelimang dalam kesesatanya yang sangat” (Qs.Al-An am/6:110)

Jangan galau, kau butuh baca Qur’an bukan liburan.

Lidahmu kurang melantunkan Al-Qur’an, bukan kurang kasih sayang.

Hatimu kurang mendekat pada Qur’an, bukan pada kemewahan.

Penulis: Rifqatussa Diyah Kasim
Editor: Rezki Novela


Diterbitkan

dalam

,

oleh

Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *