Ramadhan dan Kesabaran yang Setipis Tisu

Ramai tersiar istilah yang sedang tren di kalangan remaja ‘’Kesabaran Setipis Tisu’’ ialah kalimat yang menggambarkan keterbatasan seseorang dalam mengelola emosi atas tekanan dan ketidaksesuian. Umumnya kondisi ini dipahami sebagai bentuk dari perasaan marah atau emosi negatif lainnya.

Di bulan Ramadhan, agaknya istilah ini memiliki korelasi, ketika kita sama-sama memahami bahwa esensi puasa tidak sekadar bersabar dalam rasa haus dan lapar tetapi juga hal-hal yang berkenaan dengan hawa nafsu seperti menahan diri untuk tidak marah, mengumpat, menggibah, dan lainnya.

Dikatakan dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh At-Tirmidzi,

الصوم نصف الصبر

Al-Shaumu nishf al-shabr

Terjemahnya:

Puasa itu setengah dari sabar.

Puasa sebagai moment membangun habit yang lebih positif, salah satunya melatih diri untuk terbiasa bersabar, sehingga diharapkan makna dari istilah ‘’kesabaran Setipis Tisu’’ tidak lagi melekat pada diri.

Sabar bukanlah kosa kata yang mengacu pada tindakan pasif, tetapi lebih kepada bagaimana seseorang berupaya dalam menahan diri, mengelola emosi dan juga perilaku agar terhindar dari reaksi-reaksi yang tidak diperlukan, bahkan dapat merugikan.

Bersabar adalah pekerjaan terpanjang sebab melibatkan ketidaktetapan kondisi emosional seseorang sebagai makhluk-Nya yang terbilang cukup kompleks. Dibutuhkan pengulangan yang berkali-kali untuk dapat secara persisten membentuk pola kesabaran dari dalam diri.

Dilansir dari muslim.or.id sabar dalam Islam diklasifikasikan ke dalam tiga bagian:

  • Sabar dalam melakukan ketaatan kepada Allah
  • Sabar dalam menjauhi hal yang dilarang
  • Sabar terhadap takdir Allah atas ujian yang diberi.

Betapa banyak kondisi dan situasi yang perlahan melatih kesabaran khususnya di bulan Ramadhan. Misalnya pada pekara bersabar dalam ketaatan. Ketika tubuh kita sudah sangat payah dalam kondisi berpuasa harus tetap ke sekolah, mengerjakan tugas, membantu orang tua di rumah, dan melaksanakan ibadah lainnya seperti memperbanyak shalat dan tilawah qur’an.

Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullah mengatakan bahwa melakukan ketaatan membutuhkan kesabaran yang bersifat kontinue, hal ini dikarenakan ketaatan membebani seseorang dan mewajibkan sesuatu pada jiwanya. Ketaatan hampir sama dengan meninggalkan maksiat yang terasa sangat berat bagi jiwa yang memerintah pada keburukan.

Menjauhi larangan dari apa-apa yang diharamkan adalah amalan yang secara tingkatan lebih membutuhkan kesabaran mendalam, bersabar dari menceritakan keburukan teman saat dalam agenda bukber misalnya. Menahan diri untuk tidak terbawa suasana adalah bagian penting yang tetap perlu diperhatikan. Kemudian bersabar atas ketetapan Allah, bagi muslimah yang sementara menjalankan ibadah puasa tetapi qadarallah ternyata menjelang waktu berbuka tiba-tiba berada dalam siklus haid. Maka takdir yang demikianlah yang melatih diri untuk bersabar.

Barangkali bagi ukuran kita manusia, ketetapan ini sangat disayangkan bahkan sampai membuat kita menggerutu, menganggap puasa kita menjadi sia-sia. Tetapi kita tidak pernah tahu bagaimana Allah melihat upaya-upaya yang dilakukan.  Maka bersabar dan tetap berprasangka baik tentu menjadi lebih utama. Pun masih banyak amalan lain yang menanti untuk ditunaikan.

Hadirnya bulan Ramadhan yang mulia menawarkan berbagai wasilah yang pada hakikatnya dimaksudkan agar dapat terlahir pribadi-pribadi takwa (muttaqin), berdasarkan  QS. Al-Baqarah ayat 177 sabar merupakan salah satu indikator yang menentukan seseorang bertakwa atau sebaliknya. Betapa mulia orang-orang yang bersabar sebab Allah pun menjanjikan kedudukan yang tinggi di surga-Nya.

 ‘’Mereka itulah orang yang dibalasi dengan martabat yang tinggi (dalam surga) karena kesabaran mereka dan mereka disambut dengan penghormatan dan ucapan selamat di dalamnya.’’ (QS. Furqan: 75)

      Terakhir, di penghujung Ramadhan, di beberapa hari yang tersisa, mari manfaatkan waktu yang masih ada. Kalaulah hari-hari yang lalu masih terdapat kurang, maka hari ini adalah kecukupannya.

Semoga kita semua dapat bertemu di bulan Ramadhan berikutnya dengan kesabaran yang tidak lagi setipis tisu.

Penulis: Rezky Hidayanti
Editor: Admin IPMI Media

Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *